Home / Opini

Kamis, 5 Juni 2025 - 17:10 WIB

Sepaket Nasi dan Ikan Goreng, Kebaikan Meugang di Hari Raya Idul Adha

mm Farid Ismullah

Foto : Ilustrasi

Foto : Ilustrasi

Penulis : Kas Pani

Pagi itu, jalanan terasa lengang. Sebagian besar warung makan tutup, pemiliknya sibuk mempersiapkan hari Meugang Idul Adha bersama keluarga.

Tapi bagi aku dan Eti, sarapan bukan sekadar rutinitas. Sarapan pagi adalah kebutuhan, terutama bagi yang harus minum obat.

“Warung mana lagi yang buka hari ini? “gumamku, menatap deretan kedai yang masih mengunci pintu. Perut keroncong, tapi yang lebih penting adalah obat yang harus segera diminum setelah makan.

Saya singgah ke sebuah warung yang menjual pisang, sekedar alasan untuk menanyakan apa ada jual nasi. Tiba-tiba, ibu pemilik warung berjalan mendekat, rambutnya sudah beruban, tapi senyumnya hangat seperti mentari pagi.

“Cari sarapan, Nak?” tanyanya. Aku mengangguk.

Tanpa banyak bicara, ia mempersilakan aku menunggu. Beberapa menit kemudian, ia keluar dengan membawa sebungkus nasi putih masih hangat dan dua potong ikan goreng renyah.

“Buat keluarga, ya,” katanya, menyodorkan bungkusan itu.

Aku terdiam sejenak, menatap matanya yang berbinar. “Berapa, Bu?” tanyaku.

Ia hanya geleng-geleng kepala, tersenyum. “Nggak usah, Nak. Hari baik, berbagi rezeki.”

Dalam sebungkus nasi dan dua potong ikan goreng itu, terkandung lebih dari sekadar makanan. Ada ketulusan, ada rasa peduli yang langka di tengah wajah yang penuh napsa-napsi. Di hari ketika banyak orang sibuk dengan persiapan kurban, seorang ibu memilih untuk berbagi dengan cara sederhana, memberi makan orang yang kesulitan memperoleh makanan.

Saat seperti ini, aku pun teringat pesan Idul Adha, terutama tentang pengorbanan, tentang berbagi, tentang kepedulian. Ibu itu mungkin tidak menyembelih kambing atau sapi, tapi ia telah “berkurban” dengan caranya sendiri, memberi apa yang ia punya kepada yang membutuhkan.

Kadang, kebaikan tidak perlu menunggu momentum besar. Ia bisa hadir dalam hal-hal kecil, sebungkus nasi, senyuman tulus, atau tawaran bantuan tanpa diminta. Di tengah hingar-bingar kehidupan, momen seperti ini mengingatkan kita bahwa manusia tetap butuh manusia, bahwa di mana pun, selalu ada ruang untuk kebaikan.

Dan pagi itu, aku pulang bukan hanya dengan perut kenyang, tapi juga hati yang hangat.

“Barangsiapa memberi makan orang yang lapar, maka Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga.” Aku ingat bunyi redaksi sebuah hadist.

Editor: Redaksi

Share :

Baca Juga

Opini

Pulau Itu Bukan Sekadar Administrasi: Luka Aceh Tak Pernah Pudar

Opini

Empat Pulau Kembali, Mualem Disambut Bak Pahlawan: Saatnya Aceh Menyulapnya Jadi Permata

Opini

Aceh dalam Bayang-Bayang Medan