Banda Aceh – Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, meminta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, agar menempatkan Aceh sebagai prioritas utama dalam program penanganan dan penanggulangan bencana nasional. Ia menegaskan, Aceh merupakan provinsi dengan kekhususan yang layak mendapatkan perhatian lebih dari Pemerintah Pusat.
“Kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Bapak Kepala BNPB RI atas berbagai program bantuan untuk Aceh, tapi kami rasa masih harus ditingkatkan lagi khusus Aceh,” kata Fadhlullah dalam rapat koordinasi kebencanaan se-Aceh yang digelar di Gedung Serbaguna Kantor Gubernur Aceh, Selasa (28/10/2025).
Fadhlullah berharap kehadiran Kepala BNPB ke Aceh membawa kabar baik untuk tahun 2026, dengan bertambahnya program bantuan penanganan dan penanggulangan bencana di daerah tersebut.
Menurutnya, Aceh harus menjadi prioritas Pemerintah Pusat. Selain adanya perjanjian MoU Helsinki tahun 2005, Aceh juga memiliki nilai sejarah penting sebagai daerah modal yang berjasa besar bagi kemerdekaan Indonesia—mulai dari sumbangan pesawat, peran Radio Rimba Raya, hingga sumbangan emas untuk pembangunan Monas di Jakarta.
Sementara itu, Kepala BNPB, Suharyanto, menegaskan Aceh memang merupakan wilayah rawan bencana. Seluruh klaster bencana yang ada di Indonesia juga berpotensi terjadi di Aceh.
“Oleh sebab itu Aceh menjadi prioritas, kami hadir di sini karena sangat mencintai Aceh dan kami ingin membantu Aceh,” ujar Suharyanto.
Ia menjelaskan, sejumlah bencana rawan di Aceh antara lain kebakaran hutan, gempa bumi, banjir, longsor, abrasi pantai, hingga potensi tsunami dan letusan gunung api. Karena itu, BNPB menyiapkan sejumlah program mitigasi, termasuk pembentukan pusat edukasi kesiapsiagaan tsunami bekerja sama dengan Pemerintah Jepang.
Selain itu, BNPB juga akan membangun Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) yang terkoneksi dengan Pusdalops daerah, untuk memberikan informasi lebih awal terkait potensi bencana seperti gempa, banjir, atau tsunami.
“BNPB juga menyediakan bantuan sumur bor untuk daerah yang mengalami kekeringan, hal ini sekaligus untuk mengatasi gagal panen di persawahan,” tambah Suharyanto.
Ia menuturkan, sejak 2021 hingga 2024, BNPB telah menyalurkan dana siap pakai sebesar Rp16,01 miliar untuk penanganan bencana di Aceh. Sementara bantuan logistik dan peralatan darurat dari 2023 hingga 2025 mencapai Rp32,60 miliar.
“Kami juga menyediakan dana hibah rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Tahun ini ada sembilan kabupaten/kota dan Pemerintah Aceh yang akan menerima dana tersebut, saat ini anggarannya sedang diproses di Kementerian Keuangan,” jelasnya.
Suharyanto juga mempersilakan daerah lain di Aceh untuk mengajukan usulan dana hibah rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Rapat koordinasi kebencanaan tersebut dihadiri jajaran Deputi BNPB, unsur Forkopimda Aceh, seluruh Bupati dan Wali Kota se-Aceh, Kepala SKPA, Kepala BPBD se-Aceh, serta unsur terkait lainnya. ***
Editor: RedaksiReporter: Redaksi












