Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyusun dan merevisi regulasi guna memperkuat posisi dan peran penyuluh agama di Indonesia. Langkah ini menjadi bagian dari strategi nasional menghadapi dinamika sosial keagamaan yang semakin kompleks.
Hal ini disampaikan Kepala Subdirektorat Bina Penyuluh Agama Islam, Jamaluddin M. Marki, dalam kegiatan Sekolah Penyuluh dan Penghulu Aktor Resolusi Konflik (SPARK) 2025 Nasional di Jakarta, Selasa (24/6/2025).
“Regulasi ini menjadi pijakan hukum bagi penyuluh dalam menjalankan tugas-tugas kepenyuluhan secara profesional dan terukur. Bukan hanya untuk Penyuluh Agama Islam, tapi juga mencakup penyuluh agama lainnya,” kata Jamaluddin dalam keterangannya, Kamus (26/5/2025).
Regulasi yang disiapkan meliputi Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama bagi PNS, serta Rancangan Keputusan Menteri Agama (RKMA) untuk penyuluh berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“RPMA tersebut sudah diharmonisasi oleh Kementerian Hukum, Kemenpan RB, dan BKN bersama-sama dengan perwakilan unsur Ditjen Bimas Agama lainnya. Saat ini sedang proses administrasi usulan tandatangan oleh Menteri Agama. RPMA ini sebagai tindaklanjut pelaksanaan Permenpan RB Nomor 9 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama. Sementara RKMA kita siapkan khusus untuk penyuluh P3K, karena PMA hanya mengatur PNS,” jelasnya.
Jumlah Ideal
Jamaluddin menambahkan, regulasi ini menjadi dasar penyusunan formasi jabatan fungsional Penyuluh Agama Islam, yang akan dihitung berdasarkan data umat, permasalahan sosial, dan wilayah binaan.
Saat ini, estimasi jumlah penduduk dalam kelompok binaan dakwah mencapai 177 juta jiwa, namun jumlah penyuluh masih jauh dari ideal.
“Kita akan menghitung kebutuhan riil penyuluh berdasarkan data umat, ragam permasalahan, dan luas wilayah binaan,” jelas dia.
Jamal juga mengungkapkan tingginya beban kerja penyuluh. “Dengan jumlah eksisting penyuluh yang ada saat ini, Satu orang penyuluh diasumsikan membina hingga 6.500 orang. Ini luar biasa. Mereka bukan hanya petugas administratif, tetapi pelaku transformasi sosial,” katanya.
Ia menjelaskan, tugas penyuluh sangat luas, mulai dari menyebarkan informasi, edukasi, komunikasi, fasilitasi, konseling, hingga advokasi umat. “Tugasnya mendekati definisi malaikat,” ujarnya berseloroh.
Peningkatan Kelas
Kemenag juga sedang mengupayakan peningkatan kelas jabatan fungsional penyuluh melalui evaluasi bersama Kemenpan RB.
“Kita sudah ajukan revisi evaluasi jabatan agar kelas penyuluh bisa naik, seiring dengan beban dan cakupan kerja yang semakin luas,” jelas dia.
Selain itu, Kemenag memperluas kerja sama lintas kementerian, termasuk dengan Kementerian Hukum, Imigrasi, Desa, hingga Kominfo.
“Jangan ragu bekerja lintas sektor. Sekarang penyuluh itu seksi, dicari banyak pihak, banggalah menjadi Penyuluh Agama,” ungkap dia.
Jamaluddin juga menekankan pentingnya capaian kinerja individu (CPI) dalam pengembangan karier.
“CPI jadi catatan karier. Kalau dikelola baik, bisa jadi tiket naik jabatan, bahkan ikut open bidding ke posisi struktural,” jelasnya.
Ia mengajak para penyuluh untuk terus berkontribusi secara aktif, berinovasi dan tidak merasa rendah diri atas jabatan fungsional yang diemban.
“Kalau kita merasa tidak dihargai, itu keliru. Jabatan fungsional penyuluh agama ini strategis. Yang penting bagaimana kita mencintai pekerjaan dan jabatan yang menjadi amanah kita, bimbingan yang dilakukan dapat mencerahkan, manfaat, maslahat sehingga berdaya dan berdampak untuk umat,” pungkasnya.
Editor: RedaksiSumber: https://liputan6.com