Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) memaparkan strategi digital dalam menjawab pergeseran preferensi nasabah dan memanfaatkan potensi besar pasar keuangan syariah di Indonesia. Paparan ini disampaikan pada forum internasional BI-IILM-IFSB-IsDB Joint High-Level Seminar & Investor Forum di Hotel Kempinski, Jakarta, yang mengangkat tema “Enhancing Resilience and Innovation in Liquidity Management for Islamic Financial Services Industry”.
Acara dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti, serta pemimpin dan pakar keuangan syariah global, termasuk Sekjen IFSB Ghiat Shabsigh.
Direktur Utama BSI, Anggoro Eko Cahyo, mengatakan, “Indonesia saat ini bukan hanya negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tetapi juga menjadi kontributor terbesar kedua aset perbankan syariah di Asia-Pasifik, yakni 13%.”
Anggoro menambahkan, meski penetrasi pasar industri perbankan syariah Indonesia relatif stagnan di bawah 5% selama lebih dari 10 tahun, kehadiran BSI sejak 2021 mendorong peningkatan penetrasi ke 7-8%. “Peningkatan ini juga didukung perubahan perilaku masyarakat yang semakin rasional. Segmen nasabah Universalist dan Rationalist, yang memilih bank syariah berdasarkan keunggulan fungsional dan manfaat produk, telah meningkat dari 46,2% pada 2014 menjadi 59,1% pada 2024.”
Menurut Anggoro, perubahan perilaku nasabah menunjukkan tuntutan layanan syariah yang kompetitif dan modern. “Penguatan digital menjadi hal dasar untuk mendorong penetrasi produk dan layanan keuangan syariah. Kondisi di Indonesia juga sejalan dengan tren global bahwa cashless saat ini adalah sebuah transformasi,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, BSI mengembangkan layanan digital untuk individu maupun institusi. Termasuk digitalisasi layanan bank emas melalui aplikasi BYOND by BSI, yang memungkinkan transaksi finansial, sosial, hingga kegiatan spiritual. Sementara untuk nasabah institusi, BSI meluncurkan BEWIZE by BSI, transformasi layanan cash management.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menekankan, inovasi dalam instrumen keuangan syariah penting untuk tujuan profit sekaligus sosial. “Ekonomi syariah dan lembaga keuangan syariah memiliki tujuan mensejahterakan umat,” katanya, dilansir dari laman resmi BSI, Senin, 6 Oktober 2025.
Perry juga menyoroti lima tantangan pertumbuhan penetrasi produk syariah: produk kompetitif, pricing yang seimbang antara komersial dan sosial, transaksi digital yang mudah, kolaborasi jasa keuangan dan pemerintah, serta likuiditas pasar modal.
Sekjen IFSB Ghiat Shabsigh menambahkan, pertumbuhan pesat lembaga keuangan syariah menuntut inovasi dan kreativitas melibatkan seluruh stakeholder.
BSI siap menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional melalui digitalisasi dan inovasi instrumen syariah, termasuk sukuk. Bank ini aktif mendukung likuiditas pasar modal syariah, termasuk penerbitan sukuk ESG Rp8 triliun yang disubscribed lebih dari 100%, serta menawarkan produk sukuk untuk investor ritel melalui pasar primer dan sekunder. BSI juga mengembangkan wakaf linked sukuk untuk kemaslahatan umat.
“Digitalisasi adalah salah satu fokus perusahaan untuk memperluas inklusi keuangan syariah, yang masih terpaut jauh dari literasi produk dan keuangan syariah,” ujar Anggoro.
BSI juga menekankan keamanan nasabah, penerapan good corporate governance (GCG), dan adaptasi terhadap teknologi IT serta kecerdasan buatan (AI) untuk memudahkan layanan perbankan syariah.***
Editor: RedaksiReporter: Redaksi

 











