BANDA ACEH – Saat kebanyakan masyarakat Aceh kembali ke kampung halaman untuk merayakan Idul Adha bersama keluarga, puluhan pasien dari berbagai daerah justru harus menetap jauh dari rumah di Rumah Singgah Blood For Life Foundation (BFLF) Indonesia, Banda Aceh. Mereka menghadapi hari raya dengan kondisi kesehatan yang belum pulih, sehingga tidak bisa pulang ke rumah.
Sebanyak 34 orang yang terdiri dari 11 pasien, 22 pendamping, dan lima pengurus menempati dua rumah singgah BFLF yang berlokasi di Jalan Kepiting No. 5, Banda Baru, dan Jalan Arifin Ahmad II, Ie Masen Kayee Adang, Banda Aceh. Pasien-pasien ini berasal dari Aceh Utara, Bireuen, Simeulue, Aceh Singkil, Aceh Tamiang, Bener Meriah, hingga Subulussalam.
Yusmawati (44), pasien autoimun asal Aceh Utara, mengaku sangat merindukan anaknya selama menjalani pengobatan lanjutan di RSUD Zainoel Abidin. “Saya rindu anak,” ujarnya sambil menyiapkan daging kurban yang dibagikan di rumah singgah pada hari Idul Adha kedua.
Pengurus rumah singgah pun menawarkan solusi dengan berkata, “Masaklah daging kurban itu, bu. Nanti kirimkan pakai mobil L300 ke kampung untuk anak. Itu sedekah orang-orang yang peduli.” Usulan ini diterima dengan sukacita oleh Yusmawati dan pasien lain, yang memasak daging bersama untuk dibagikan.
Michael Octaviano, Ketua Yayasan BFLF Indonesia, menegaskan bahwa rumah singgah selalu terbuka bagi pasien, bahkan saat hari besar seperti Idul Adha. “Orang sakit tidak bisa menunggu sembuh setelah lebaran. Justru saat semua orang pulang, mereka membutuhkan tempat yang aman untuk beristirahat dan melanjutkan pengobatan,” jelas Michael.
Menurut Michael, kehadiran masyarakat untuk menyapa para pasien juga sangat berarti. “Senyum, cerita, bahkan makanan rumah bisa menjadi obat penenang bagi mereka yang sedang menahan sakit,” tambahnya.
Sejak berdiri, rumah singgah ini telah membantu 1.506 pasien dan pendamping dari seluruh Aceh. Rumah singgah BFLF bukan hanya sekadar tempat berteduh, melainkan juga ruang berbagi dan tempat berlindung bagi mereka yang bersabar dalam perjuangan menuju kesembuhan.
“Karena bagi mereka yang sedang berjuang sembuh, setiap hari adalah perjuangan. Dan setiap kepedulian adalah cinta yang menyembuhkan,” tutup Michael. (RED)
Editor: RedaksiReporter: Syaiful AB