Jakarta – Ekonomi memperkirakan risiko hambatan pada perdagangan global semakin besar, menyusul keputusan Iran untuk menutup Selat Hormuz.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyoroti salah satu dampak penutupan Selat Hormuz, yaitu terganggu nya distribusi migas dan berbagai bahan baku.
Bhima memperkirakan bahwa harga minyak dunia diperkirakan akan menyentuh kisaran USD 80-83 menyusul penutupan Selat Hormuz.
“Harga minyak mentah menyentuh USD 80-83 per barrel dalam waktu dekat, setidaknya awal Juli 2025. Meski permintaan energi saat ini sedang turun, tapi konflik bisa mendorong naiknya harga minyak signifikan,” ungkap Bhima kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (23/6/2025)”.
Karena itu, Bhima menyarankan agar Pemerintah dapat melakukan antisipasi terhadap risiko kenaikan biaya impor BBM untuk menghindari lonjakan inflasi.
“Yang harus diperhatikan pemerintah adalah lonjakan biaya impor bbm akan sebabkan inflasi harga yang diatur pemerintah melonjak, tapi disaat daya beli lesu,” paparnya.
“Ini bukan inflasi yang baik, begitu harga bbm naik, diteruskan ke pelaku usaha dan konsumen membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat,” sambungnya.
Diwartakan sebelumnya, anggota senior parlemen Iran Esmaeil Kowsari mengatakan pada Minggu (23/6) bahwa parlemen Iran telah sepakat menutup Selat Hormuz, jalur utama perdagangan energi global, sebagai respons terhadap serangan Amerika Serikat (AS) dan sikap diam komunitas internasional.
Editor: RedaksiSumber: https://liputan6.com