Aceh Utara – Sengketa lahan antara PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) Regional 6 dan masyarakat di Kecamatan Cot Girek, Aceh Utara, memasuki babak baru. Bupati Aceh Utara, Ismail A Jalil atau Ayahwa, sepakat dengan pihak perusahaan untuk melakukan pengukuran ulang agar kepastian batas lahan jelas dan tidak merugikan baik perusahaan maupun petani lokal.
Kepala Kantor Pertanahan Aceh Utara, Muhammad Reza, menyebutkan PTPN IV telah mengajukan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) dengan luas 7.500 hektare di Cot Girek. “HGU PTPN itu berakhir 26 November 2026. Lima tahun sebelum berakhir HGU, umumnya perusahaan mengajukan perpanjangan,” kata Reza, Senin (22/9/2025).
Reza menjelaskan, pengukuran ulang lahan sebenarnya sudah dilakukan pada pertengahan 2024. Namun, hasilnya masih menunggu pemeriksaan tim gabungan dari Kanwil Pertanahan Aceh, Pemprov Aceh, dan Pemkab Aceh Utara.
“Harus diketahui, kalau lahan di atas 1.000 hektare itu kewenangan Kementerian ATR/BPN, di bawah 1.000 hektare kewenangan Kanwil Pertanahan, dan 25 hektare baru Kantor Pertanahan kabupaten/kota,” ujarnya. Ia menegaskan, keputusan perpanjangan HGU, pelepasan sebagian lahan, atau bahkan pembatalan perpanjangan sangat bergantung pada hasil tim gabungan tersebut.
“Jadi sangat tergantung hasil tim bersama antara Kantor Pertanahan dengan pemerintah daerah,” tegas Reza.
Konflik Lahan Satya Agung
Selain PTPN IV, persoalan serupa juga muncul pada PT Satya Agung di Kecamatan Geureudong Pase, Aceh Utara. “Satya Agung memperpanjang HGU nomor 18 luasnya 200 hektare. Kewajiban mereka memasang patok, baru Kantor Pertanahan mengukur ulang. Namun sekarang terhenti atas kesepakatan bersama antara Panitia Khusus DPRD Aceh Utara dengan Satya Agung dan masyarakat,” jelas Reza.
Menurutnya, proses pengukuran ulang lahan Satya Agung berada di bawah kewenangan Kanwil Pertanahan Provinsi Aceh. “Intinya urusan tanah ini bukan Kantor Pertanahan sendiri, jadi ini bersama pemerintah daerah,” ucapnya.
Sebelumnya, Bupati Ayahwa meminta pengukuran ulang lahan PTPN IV Cot Girek setelah masyarakat memprotes. Warga menilai sebagian kebun mereka diklaim masuk dalam kawasan HGU perusahaan.
Selain PTPN IV, konflik lahan di Aceh Utara juga melibatkan PT Satya Agung di Geureudong Pase serta PT Bapco di Paya Bakong. Persoalan ini membuat pemerintah daerah diminta lebih tegas dalam memastikan keadilan antara kepentingan perusahaan perkebunan dan hak-hak petani lokal.***
Editor: DahlanReporter: Syaiful AB