Banda Aceh – Aktivis perempuan Aceh, Yulindawati, angkat suara menanggapi pernyataan Ketua DPRA yang memanggil Dirkrimsus Polda Aceh. Bagi Yulindawati, langkah Ketua DPRA ini terkesan janggal di tengah upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian.
“Sebagai lembaga legislatif, seharusnya DPRA berdiri paling depan mendukung setiap upaya pemberantasan pelanggaran hukum, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran daerah,” kata Yulindawati di Banda Aceh, Jumat (11/7).
Ia menilai, langkah memanggil aparat penegak hukum justru memunculkan tanda tanya besar. “Kalau sikap seperti ini ditunjukkan, patut diduga ada permainan di balik pelaksanaan proyek pemerintah. Kan lucu, saat polisi bekerja menindak indikasi pelanggaran, malah ditekan dan diintervensi,” ujarnya.
Menurut Yulindawati, sikap Ketua DPRA kali ini sangat kontras dengan diamnya suara dewan terhadap berbagai persoalan yang belakangan muncul di Aceh. “Lihat saja, waktu pendirian batalyon baru di Aceh, Ketua DPRA diam saja. Kasus Blang Padang, juga senyap. Kasus empat pulau yang katanya dijual pun tidak ada pernyataan keras. Tapi begitu satu orang dipanggil polisi karena diduga terlibat proyek bermasalah, langsung ramai. Ini bikin publik curiga, apa ada yang disembunyikan?” kata Yulindawati lagi.
Ia menegaskan, tidak seharusnya penegak hukum dihalangi oleh siapa pun. “Kalau memang tidak ada apa-apa, kenapa harus takut? Ketua DPRA harusnya mendukung polisi membersihkan praktik-praktik kotor di proyek daerah. Kalau sampai dihalangi, publik bisa menduga-duga macam-macam,” tegasnya.
Yulindawati pun memberi dukungan moral untuk Polda Aceh agar tetap bekerja profesional. “Saya berharap Polda Aceh tidak goyah, jangan mudah diintervensi, tetap jalankan tugasnya menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Abaikan tekanan dari mana pun. Masyarakat mendukung upaya penegakan hukum yang bersih,” tutupnya.
Editor: DahlanReporter: Misri