Jakarta — Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag), Kamaruddin Amin, menegaskan bahwa penentuan calon Direktur Jenderal (Dirjen) Pesantren sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden Republik Indonesia.
Kemenag, kata dia, hanya memiliki kewenangan untuk mengusulkan nama sesuai mekanisme yang telah diatur. “Kalau Dirjen, nanti diusulkan Menteri dan ditentukan oleh Presiden. Jadi itu ranahnya Presiden. Siapa yang diusulkan dan siapa yang ditentukan? Tunggu saja. Kita belum tahu,” ujar Kamaruddin Amin kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Proses Pembentukan Terus Berjalan
Kamaruddin memastikan, pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren terus berproses sesuai tahapan. Ia menyebut izin prakarsa dari Presiden dan Kementerian Sekretariat Negara telah terbit, dan saat ini tengah diproses di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB).
“Presiden dan Mensesneg sudah mengeluarkan prakarsanya, sudah dikirim ke MenPAN. Tinggal tunggu waktu untuk segera menyelesaikan. InsyaAllah tidak menyebrang tahun,” jelasnya dengan nada optimistis.
Sekjen Kemenag berharap terbentuknya Ditjen Pesantren akan memperkuat kehadiran negara dalam pembinaan dan pemberdayaan pesantren tanpa menghilangkan jati diri dan kemandirian pesantren.
“Dengan kelembagaan yang lebih besar, tentu harapan kita afirmasi kehadiran negara pasti lebih besar. Tapi kemandirian pesantren tetap kita jaga dan rawat,” ujarnya.
Kamaruddin menambahkan, pemerintah juga berupaya mengurangi stigma negatif terhadap pesantren.
“Pemerintah juga akan bekerja agar stigma-stigma negatif yang selama ini muncul bisa berkurang, insyaAllah,” tambahnya.
Ia pun mengajak masyarakat mendukung langkah pemerintah dalam memperkuat pesantren sebagai pusat pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan umat. “Ya, kami mohon doa dan dukungannya dari seluruh masyarakat. InsyaAllah ke depan, pesantren bisa lebih baik lagi,” tuturnya.
Polemik Jadi Pembelajaran Bersama
Terkait polemik yang sempat mencuat mengenai isu pesantren, Sekjen Kemenag menilai hal itu sebagai pembelajaran dan refleksi bersama. Ia mengingatkan pentingnya menjaga etika dan keadaban publik dalam setiap pernyataan di ruang terbuka.
“Itu cukup menjadi pembelajaran kita semua. Bahwa di ruang publik kita harus berhati-hati, ada keadaban publik yang sama-sama harus dijunjung. Saya kira semua pihak harus melakukan konsesi,” tegasnya.
Meski demikian, Kamaruddin melihat sisi positif dari dinamika tersebut. “Bagi kami di dunia pesantren, ini hikmahnya. Blessing in disguise — semua pihak kini mendukung pondok pesantren. Masyarakat menaruh perhatian besar, dan itu produktif,” tutupnya.***
Editor: RedaksiReporter: Redaksi












