Jakarta – Delegasi Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) 2025 melanjutkan rangkaian kunjungan lintas iman di Jakarta dengan meninjau tiga simbol kerukunan beragama: Katedral Jakarta, Terowongan Silaturahmi, dan Masjid Istiqlal, Jumat (14/11/2025). Kunjungan dipimpin Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama, Adib Abdushomad, sebagai upaya memberikan pemahaman langsung tentang praktik moderasi beragama yang menjadi ciri khas Indonesia.
Di Katedral Jakarta, para peserta diterima Romo Thomas Ulun. Ia memaparkan sejarah panjang Katedral serta hubungan eratnya dengan Masjid Istiqlal yang berdiri saling berdampingan.
“Kami selalu menyebut Katedral dengan Istiqlal itu berdiri berdampingan, bukan berhadapan, karena itu dua hal yang berbeda. Kedua bangunan ini berdiri berdampingan sebagai ikon toleransi di Indonesia,” jelasnya.
Romo Thomas menegaskan kedekatan kedua bangunan adalah keputusan visioner Presiden Soekarno. Menurutnya, Soekarno menolak rencana awal membangun Istiqlal di Tanah Abang dan justru memilih kawasan yang kini berseberangan langsung dengan Katedral.
“Keputusan itu untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah rumah bagi semua agama. Kita berbeda, tapi tetap bisa hidup berdampingan dalam damai,” katanya.
Selain menjadi pusat ibadah umat Katolik, Katedral juga berada dekat Graha Pemuda, lokasi bersejarah lahirnya Sumpah Pemuda yang menggambarkan semangat persatuan bangsa.
Rombongan kemudian meninjau Terowongan Silaturahmi, fasilitas penghubung sepanjang 37 meter yang berada di kedalaman 8 meter. Terowongan yang diresmikan pada 2023 itu dibangun untuk mempermudah akses jamaah Katedral dan Istiqlal, khususnya kelompok rentan.
Menurut pemandu, terowongan tersebut dibangun sebagai simbol persaudaraan dan komitmen Indonesia dalam menguatkan hubungan antarpemeluk agama. “Makna utamanya adalah menghubungkan umat beragama sebagai manusia. Jika bukan kita yang memulai, siapa lagi?” ujarnya.
Kunjungan berlanjut ke Masjid Istiqlal, masjid nasional yang dibangun pada 1961–1978 sebagai simbol rasa syukur atas kemerdekaan Indonesia. Pemandu menerangkan bahwa Istiqlal dirancang arsitek Kristen Protestan, Friedrich Silaban, yang menjadi bukti sejarah toleransi dalam pembangunan rumah ibadah terbesar di Indonesia tersebut.
Ia juga menjelaskan bahwa keberadaan Gereja Immanuel, Katedral, dan Istiqlal dalam satu kawasan adalah potret nyata keragaman yang hidup di tengah masyarakat. “Walaupun keyakinan berbeda, secara kemanusiaan kita tetap satu. Itulah filosofi yang hidup dalam masyarakat Indonesia,” katanya.
Delegasi juga diperlihatkan beduk Istiqlal, hadiah dari Ibu Tien Soeharto, yang melambangkan harmoni budaya Nusantara dalam tradisi keagamaan.
Melalui rangkaian kunjungan ini, peserta IIS 2025 memperoleh gambaran nyata mengenai bagaimana nilai toleransi dan harmoni sosial di Indonesia diwujudkan dalam desain ruang kota, tradisi masyarakat, dan sejarah panjang interaksi antarumat beragama.
Editor: RedaksiReporter: Redaksi












